OH TIDAK!!! Tanpa Kesedihan Pria Ini Bersyukur Ibunya Meninggal... ADA APA???
Pria itu berjalan kearah kerumunan tempat prosesi pemakaman ibunya dikuburkan dengan langkah tegap penuh kepercayaan diri tanpa sedikitpun bekas air mata di pipinya.
Orang-orang melihatnya, menyalaminya, dan mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya wanita tercinta yang telah membesarkannya. Hampir tak ada sedikitpun rasa kesedihan di wajahnya.
Dan senyumnya yang ramah itu menimbulkan tanda tanya di benak para pelayat, termasuk saudari satu-satunya.
baca juga: HIKS... SUNGGUH MENGHARUKAN... Foto Pria 100 Tahun Setia Mendampingi Istri Hingga Ajal Memisahkan - SHARE
Dia berdiri di tepi kuburan menatap liang lahat seolah-olah ingin mengukur luasnya. Lalu masuk kedalam, membantu pemakaman ibunya meski tanah basah mengotori jas yang dikenakannya.
Sesekali dia tersenyum menatap wajah ibunya yang kaku dan tak bisa lagi membuka matanya. Dan sekali lagi, tidak adanya kesedihan diwajahnya menimbulkan pertanyaan, ‘Ada apa antara dia dan ibunya?’
Orang-orang telah pergi meninggalkannya yang masih berdiri di tepi kuburan sang ibu. Saudarinya pun telah dimintanya untuk pergi duluan mengurus suami dan anak-anaknya.
Sementara dia tetap berdiri disana, sendirian, namun sekali lagi, tanpa sedikitpun kesedihan. Sesekali dia tersenyum seakan ibu melihatnya dari dalam.
“Boleh saya bertanya, nak?” Sapaan pak ustadz dari belakang mengagetkannya.
Dia menoleh kebelakang dan mengangguk kecil sambil tersenyum.
Pak ustadz lalu berdiri disebelah kanannya,
“Saya hanya ingin meluruskan rasa penasaran warga padamu, ada apa antara kamu dan ibumu?”
“Maksudnya pak?”
“Yaaah, kami tidak melihat sedikitpun rasa sedih di wajahmu.”
baca juga: WAHAI PARA ORANG TUA... Inilah Ciri-Ciri Anak yang Membawa Rezeki Orang Tuanya - SHARE
Sekali lagi dia tersenyum dan menatap pusara sang ibu, “Ayahku meninggal saat aku masih remaja, dan dia ayah yang sangat baik meski bekerja pas-pasan. Dia melindungi kami dari apapun yang merusak lahir dan batin kami. Tapi aku adalah anak pembangkang.”
“Di hari terakhir ayahku, aku bertengkar hebat dengannya dan bahkan meyumpahinya hanya karena dia tak membelikan aku handphone yang kuinginkan. Aku takkan lupa saat ayahku selesai dikuburkan, pak ustadz.
Ibuku menangis setiap harinya, tubuhnya melemah dan mengurus. Namun dia tak berhenti berkeliling menjajakan bakwan keseluruh kampung meski beberapa bakwan yang terjual itu terasa asin bercampur dengan air matanya.”
“Aku melihatnya setiap saat pak, dan aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku yang telah membawa kekecewaan di wajah ayahku saat dia meninggal. Sejak itu, aku meyakinkan diriku bahwa suatu hari nanti ibuku akan mengalami hal yang sama. Dia akan meninggal, dia akan meninggal, dan dia akan meninggal. Dan itu hanya masalah waktu.”
“Pikiran itu terus menghantuiku dan memaksaku harus melakukan sesuatu. Aku tak bisa lagi melakukan kesalahan yang sama seperti pada ayahku. Aku mengubah semua tentang hidupku, baik duniaku maupun agamaku, karena setiap harinya aku berpikir mungkin besok adalah hari terakhir ibuku. Hingga aku berada di posisi seperti ini, pak ustadz.”
Aku bersyukur, ibuku meninggal ketika aku tidak lagi membebani hidupnya.
Aku bersyukur, ibuku meninggal setelah aku memberinya cucu yang sehat dan berbakti.
Aku bersyukur, ibuku meninggal saat masa tuanya hanya tinggal memikirkan ibadah.
Aku bersyukur, ibuku meninggal dengan menepuk dada setiap kali dia bercerita tentangku dan saudariku.
Aku bersyukur, ibuku meninggal di rumahnya dan bukan di kontrakannya.
Aku bersyukur, ibuku meninggal sekarang ini, pk ustadz.
Aku bersyukur, ibuku meninggal penuh kebahagiaan karena aku dan saudariku selalu menghubunginya setiap hari menanyakan kabarnya dan menceritakan kabar kami.”
Dia mulai meneteskan air mata, dan mulai mengalir deras, meski bibirnya terus menerus mengukirkan senyum yang menyejukkan.
baca juga: SUBHANALLAH..! Untuk Para Istri, Lakukan 10 Hal Ini Agar Rezeki Suamimu Mengalir Deras
“Dan aku bersyukur, pak ustadz. Aku bersyukur, ibuku meninggal tanpa membawa kekecewaan kealam sana dan yakin bahwa aku dan saudariku akan terus memberinya kebanggaan yang akan dikatakannya pada Tuhan dan pada ayahku. Penyesalanku sekarang, aku harus bersabar untuk melihat senyumnya dan mendengar tawanya lagi.”
Sumber: Islampos